Salam Jumpa

Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Blog ini dibuat sebagai wahana menuangkan beberapa hal tentang ide, peristiwa ataupun informasi berupa tulisan dan gambar/photo yang menurut kami layak tuk dibagi dengan saudara. Semoga apa yang terniat, dapat tercapai. Kami mohon maaf jika banyak kekurangan. Wassalam

Rabu, 31 Juli 2013

Memahami Esensi Materi PKn Melalui Metode Proyek



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat”, ungkapan ini menggambarkan  betapa pentingnya pendidikan dan pendidikan harus dilakukan seumur hidup yaitu dari buaian hingga ke liang lahat. Sejalan dengan ungkapan tersebut di atas, para pendiri negara kita juga menyadari arti pentingnya pendidikan bagi bangsa Indonesia, hal ini terbukti dengan dimuatnya tujuan negara seperti yang tercantum di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “ ....untuk membentuk  suatu pemerintah Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia  yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ....”.
Selanjutnya di dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 31 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, (2) Setiap warga negara  wajib  mengikuti  pendidikan  dasar    dan  pemerintah wajib membiayainya, (3) Pemerintah   mengusahakan dan menyelenggarakan satu  sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan  keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan  menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
Dari ketentuan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas, dapat dimaknai bahwa pendidikan merupakan hak dari setiap warga negara dan merupakan kewajiban dari pemerintah untuk membiayai pendidikan tersebut. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pendidikan juga termasuk salah satu hal yang diatur sebagaimana bunyi pasal 12 yakni: :Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.”
Sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945, maka  pada tanggal 8 Juli 2003  dikeluarkanlah Undang-Undang  Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun  2003, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, dimana pada Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk  mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.  
Untuk mewujudkan  tujuan agar peserta didik mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta mempunyai keterampilan, maka dibutuhkan  suasana tempat pembelajaran  yang bisa menyenangkan, mengasikkan, dan mencerdaskan peserta didik. Sekarang yang menjadi pekerjaan  yang harus kita lakukan adalah menciptakan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, mengasikkan dan mencerdaskan sehingga peserta didik tidak merasa belajar merupakan pekerjaan yang membosankan dan bukan merupakan suatu beban yang harus dijalankan, melainkan sekolah sebagai tempat yang diidam-idamkan dan merupakan suatu kebutuhan bagi dirinya.
Dalam menciptakan suatu suasana belajar yang menyenangkan, mengasikkan,  mencerdaskan dan tidak membosankan, diperlukan peran seorang guru atau tenaga pengajar yang kreatif yang  bisa menerapkan metode belajar yang dikehendaki dan disukai  oleh peserta didik.
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di semua jenjang pendidikan formal mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam pembinaan dan pemahahaman bagi warga negara terutama bagi peserta didik  akan dasar negara dan konstitusi  akan menjadi bias dan kurang menarik kalau penyampaiannya tidak maksimal dengan metode yang sesuai.
Permasalahannya adalah bagaimana upaya guru melaksanakan pembelajaran PKn agar peserta didik  tertarik dan mampu memahami materi dengan baik sekaligus dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membuat pembelajaran PKn sebagai suatu pelajaran yang menyenangkan, mengasikkan dan mencerdaskan, sehingga materi PKn bisa diserap oleh peserta didik dan bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.  Berpijak pada hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat apa yang penulis alami dan lakukan dalam suatu tulisan dengan judul; “Memahami Esensi Materi Pendidikan Kewarganegaraan melalui Metode Proyek”.

B. Permasalahan
            Adapun permasalahan yang dibahas adalah:
  1. Bagaimana pemahaman peserta didik terhadap materi PKn di SMA?
  2. Bagaimana penerapan metode proyek dalam memahami esensi materi PKn di sekolah
C. Tujuan
            Tujuan penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhdap materi PKn dii SMA
  2. Untuk mengetahui penerapan metode proyek dalam memahami esensi materi  PKn di sekolah
D. Kegunaan
            Mengenai kegunaan dari penulisan ini diharapkan:
1.        Dapat memperdalam dan meluaskan wawasan akan metode pembelajaran materi pendidikan kewarganegaraan di sekolah.
2.        Dapat menjadi salah satu kajian dan sumbangan pemikiran dalam forum ilmiah guru
E. Metode
            Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan dan observasi yakni menelaah beberapa literatur yang berkaitan dengan pembahasan dan pengamatan sehari-hari.




























BAB II
KAJIAN TEORI

A.     Materi Pendidikan Kewarganegaraan
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memusatkan perhatian pada pengembangan kecerdasan, warga negara (civic intelegence) dalam demensi spiritual, rasional, emosional, dan sosial, baik secara individu, sosial, maupun sebagai pemimpin hari ini dan esok. Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang standar isi jelas menyatakan bahwa PKn adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakater yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945  dengan ruang lingkup materi; Persatuan dan Kesatuan Bangsa; Norma, Hukum dan Peraturan; Hak Asasi Manusia; Kebutuhan Warga Negara; Konstitusi Negara; Kekuasaan dan Politik; Pancasila; Pers dan Globalisasi.
Adapun tujuan PKn untuk setiap jenjang pendidikan adalah mengembangkan kecerdasan warganegara yang diwujudkan melalui pemahaman, keterampilan sosial dan intelektual serta partisipasi dalam memecahkan permasalahan lingkungannya. Selanjutnya dalam Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar disebutkan bahwa tujuan pembelajaran PKn adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.      Berfikir secara kritis, rasional, dan menanggapi isu kewarganegaraan.
2.      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta anti korupsi.
3.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa kainnya.
4.      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam paradigma baru ini, PKn membawa misi menciptakan warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, dan religius, yaitu mereka yang secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita, demokratis, dan secara bertanggung jawab berupaya untuk membangun kehidupan bangsa yang cerdas ( Depdiknas, 2000 : 2). Peserta didik yang cerdas sangat nampak dari bagaimana keaktifannya dalam proses pembelajaran. Dilihat dari struktur keilmuannya, Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru mencakup tiga dimensi keilmuan, yaitu dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter atau watak kewarganegaraan (civic dispositions). Keadaan ini berimbas pada keharusan guru PKn memiliki wawasan luas dan mampu mengikuti perkembangan pengetahuan regional dan global yang bisa diperoleh melalui beragam bahan bacaan dan penguasaan teknologi informasi seperti internet, untuk kemudian diaplikasikan dalam metode pembelajaran di kelas.
B.    Metode Proyek
Kata “proyek” berasal dari bahasa latin “proyektum” yang artinya maksud, tujuan, rancangan, rencana. Jadi memproyeksikan berarti merancang, merencanakan, dengan maksud dan tujuan tertentu, yaitu mempunyai planning yang baik di dalam kegiatan tahunan dan sebagainya. Adapun menurut Poerwadarminta (1958) dalam kamus besar bahasa Indonesia, proyek adalah mencari pekerjaan dengan sasaran khusus. Jika dikaitkan dengan peserta didik, maka proyek yang dimaksud adalah suatu pekerjaan  yang harus diselesaikan dengan tujuan yang jelas, apakah itu mengadakan karyawisata, telaah koran atau diskusi atas hal-hal yang  lain yang  ramai di masyarakat. Yang pokok dalam metode proyek ialah “the active purpose of the learner”. Peserta didik itu sendiri harus menerima proyek itu dan melaksanakannya. Kalau peserta didik sedang membuat jembatan atas perintah guru, itu bukan suatu proyek. Sebaliknya jika peserta didik membaca buku didorong oleh keinginan mencari atau memahami sesuatu, itu termasuk proyek
Metode proyek adalah cara mengajar dengan jalan memberikan kegiatan belajar pada peserta didik, dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih, merancang dan memimpin pikiran serta pekerjaannya.. Menurut Ahmadi dan Prasetya (2005: 70) mengemukakan bahwa metode proyek (unit) adalah suatu metode mengajar dimana bahan pelajaran diorganisasikan sedemikian rupa sehingga merupakan suatu keseluruhan atau kesatuan bulat yang bermakna dan mengandung suatu pokok masalah.
Sedangkan menurut Roestiyah (2001: 81) metode proyek berarti rencana, suatu problem atau kesulitan, dan bentuk pengajaran dimana murid mengelola sendiri. Adapun Syaiful  Bahri Djamarah dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,  memaparkan metode proyek, adalah suatu cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah. Kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan, sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajarannya, bertujuan agar peserta didik tertarik untuk belajar.
 Pembelajaran dengan metode proyek merupakan pembelajaran yang berpusat pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan, disiplin ilmu atau lapangan. Pada pembelajaran dengan metode proyek, kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen. Mengingat hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan  belajar berlangsung diantara peserta didik. Pada pembelajaran berbasis proyek kekuatan individu dan cara belajar yang diacu dapat memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan.
Ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi pembelajaran metode proyek. Pendapat Thomas yang dikutip Herminarto Sofyan (2006: 298) menyatakan ada lima kriteria pembelajaran dengan metode proyek yaitu keterpusatan (centralita), berfokus pada pertanyaan atau masalah, investigasi konstruktif atau desain, otonomi peserta didik, dan realisme.
Menurut Ahmadi (2003) langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode proyek adalah sebagai berikut:
1. Penyelidikan dan observasi (exploration)
Guru mengajukan pertanyaan lisan, memberi keterangan singkat serta mengetes para pelajar mengenai pengetahuan mereka tentang mata pelajaran yang akan dipelajari lalu memberi tugas kepada peserta didik untuk meneliti materi yang akan dipelajari.
2. Penyajian bahan baru (presentation)
Guru memberikan garis besar tentang bahan pelajaran.
3. Asimilasi/pengumpulan keterangan atau data
Para pelajar mencari informasi, keterangan atau fakta-fakta untuk mengisi pokok-pokok yang penting. Dalam langkah ini pelajar mencari data dari sumber-sumber unit (resource unit = sumber yang berisi berita, fakta, informasi dan sebagainya tentang unit yang sedang dipelajari).
4.  Mengorganisasikan data (organization)
Dalam langkah ini, pelajar dibawah pimpinan guru aktif mengorganisasikan data, fakta dan informasi, missal menggolongkan data, mengolah data untuk mengambil kesimpulan. Daya berpikir dan daya menganalisis memainkan peran penting dalam langkah ini.
5. Mengungkapkan kembali (recitation)
Para pelajar mempertanggungjawabkan atau menyajikan hasil yang diperolehnya. Laporan pertanggungjawaban ini dapat dilakukan dengan lisan maupun tertulis atau keduanya.
Metode ini memantapkan pengetahuan yang diperoleh anak didik. Menyalurkan minat dan melatih anak didik menelaah suatu materi pelajaran dengan wawasan yang lebih luas.
BAB III
PEMBAHASAN

A.  Pemahaman Peserta Didik terhadap Materi PKn
Kalau kita meluangkan waktu untuk mencermati keadaan bangsa da negara kita beberapa tahun terakhir  ini, baik melalui media massa maupun di lingkungan sekitar kita sehari-hari, akan tampak berbagai permasalahan sosial, seperti terjadinya pelecehan seksual, pembunuhan, kasus korupsi, tawuran antar peserta didik maupun mahapeserta didik  bahkan melebar pada konflik antar suku di masyarakat dan masih banyak lagi yang lainnya. Hal ini memberi bukti, bahwa pemahaman dan pengamalan akan dasar negara Pancasila dan UUD 1945  yang nota bene esensi materi pendidikan kewarganegaraan (PKn) belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Dari pengamatan dan diskusi terbatas dengan guru PKn, baik di Kelompok Kerja Guru PKn SMAN 5 Banjarmasin maupun di MGMP PKn SMA/MA Kota Banjarmasin didapat beberapa faktor yang menyebabkan peserta didik kurang memahami pembelajarn PKn dan belum mengamalkan dengan baik Pancasila dan UUD 1945, yang antara lain adalah :
1.      Faktor luasnya materi dengan jumlah jam terbatas membuat pembahasan materi terkesan dikebut untuk mempercepat jangkauan tuntutan  materi sehingga terkesan sekedar diketahui tanpa perlu pemahaman mendalam oleh peserta didik.
2.      Faktor perkembangan materi pelajaran PKn yang sangat cepat beriringan dengan  perkembangan ketatanegaraan di negara kita, dan karena cepatnya perkembangan ini, maka buku-buku pelajaran yang dijadikan pegangan dalam mata pelajaran PKn yang terbitnya terlambat, sehingga peserta didik sangat sulit dalam mencari pegangan buku PKn.
3.      Faktor metode yang minim variasi digunakan oleh guru, di karenakan kurangnya wawasan tentang macam metode pembelajaran dan telah terbiasa dengan metode yang ada selama beberapa tahun membuat peserta didik mengalami kejenuhan dan kurang fokus memperhatikan pembelajaran.
 Paulo Freire seorang tokoh pendidikan dari Brazil mengkritik proses pendidikan yang berjalan selama ini, menurutnya pada umumnya pendidikan sekarang orang menganggap bahwa anak masih sangat tergantung, sedangkan orang dewasa sudah memiliki otonomi. Asumsi semacam ini membawa akibat bahwa pendidikan menjadi lebih terpusat pada tenaga pengajar, dan peserta didik dimana dalam keadaan seperti ini menjadi pasif, peserta didik hanya menjadi peniru, penghafal, dan tukang pengingat yang tidak menyentuh lubuk hatinya. Freire menganggap bahwa pendidikan semacam ini sebagai pendidikan yang menekan martabat manusia, pendidikan yang memperkuat sistem penindasan, padahal  tenaga pengajar hendaknya hanyalah membantu di dalam peserta didik menempuh proses belajar menemukan dirinya (Paulo Freire, 1985).
Lebih lanjut Friere menggambarkan bahwa pendidikan sekarang ini pada umumnya bersifat :
(1). Guru yang mengajar, peserta didik yang diajar.
(2). Guru mengetahui segala macam, peserta didik tidak mengetahui apa- apa.
(3). Guru  berpikir, peserta didik yang dipikirkan.
(4). Guru berbicara, peserta didik mendengarkan dengan tenang.
(5).  Tenaga pengajar mengenakan disiplin, peserta didik yang dikenakan disiplin.
(6). Guru yang memilih  dan memaksakan isi program, sedangkan peserta didik hanyalah  menyetujuinya.
(7). Guru sebagai subjek di dalam proses pembelajaran,    sedangkan   peserta    didik sebagai objek.
Melihat ketiga faktor penyebab tersebut di atas, nampaknya hanya faktor yang ketiga (metode mengajar) yang dapat di atasi atau diperbaiki langsung oleh seorang tenaga pengajar (seorang guru), dan diharapkan dengan perbaikan metode pengajaran, maka faktor terbatasnya jam dan luasnya materi PKn serta faktor perkembangan materi PKn yang sangat cepat bisa teratasi, sehingga peserta didik merasa belajar PKn adalah sesuatu yang menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan dan tidak membosankan.

B. Metode Proyek, Suatu Upaya Memahami Esensi Pelajaran PKn
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung  serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam hubungan edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan peserta didik dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan peserta didik, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran saja, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri peserta didik yang sedang belajar.
Kata “proses” dalam  proses belajar mengajar merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar yang satu sama lain saling berhubungan (interdependent) dalam mencapai tujuan. Adapun komponen belajar mengajar meliputi tujuan instruksional yang hendak dicapai, materi pelajaran, metode mengajar, alat peraga pengajaran, dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran.
Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik tetapi sederhana, diakatakan unik karena berkenaan  dengan manusia yang belajar dan manusia yang mengajar dan bertalian erat dengan manusia di dalam masyarakat yang kesemuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. Mengajar pada prinsipnya adalah membimbing peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar yang mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasikan peserta didik  dan bahan pengajaran yang  menimbulkan terjadinya proses belajar mengajar.  Hal ini  mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator kegiatan belajar mengajar, baik yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas, yang menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar, yang menurut W.H.Burton dikatakan sebagai “teaching is the guidance of learning activities”(Moh. Uzer Usman, 1994; 3).
Guru merupakan suatu profesi  atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Jenis pekerjaan ini mestinya tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan. Pada pasal 1 butir 1 dan pasal 2 ayat(1) UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, jelas dinyatakan bahwa guru  adalah pendidik profesional  dan mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan anaj usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.           
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada peserta didik.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan meliputi bahwa guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Guru harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para peserta didik. Pelajaran apapun yang diberikannya, hendaknya dapat dapat menjadikan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.
Sejak dulu, guru menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan peserta didik di ruangan kelas, namun juga diperlukan oleh masyarakat di lingkungannya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat di dalam kehidupan masyarakat seperti ungakapan “Ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
Kedudukan guru yang demikian senantiasa relevan dengan zaman, kedudukan yang demikian merupakan penghargaan, tetapi juga merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru, bukan saja di depan kelas, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam mengatasi permasalahan yang pertama yaitu masih relatif rendahnya  pemahaman dan pengamalan akan dasar negara Pancasila dan UUD 1945 (belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan) oleh peserta didik, adalah dengan melakukan perbaikan metode pengajaran, dan dengan perbaikan metode pengajaran diharapkan faktor terbatasnya jam dan luasnya materi pelajaran PKn, serta faktor cepatnya perkembangan materi pelajaran PKn yang mengakibatkan kurangnya buku pelajaran PKn bisa teratasi.
 Dengan demikian ujung tombak dalam memperbaiki  mutu pendidikan secara umum, termasuk pemahaman akan nilai-niali dasar negara dan UUD 1945 berada di tangan seorang guru pengajarnya.
Walaupun di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak ada ditemukan mengenai pengertian dari guru, akan tetapi banyak sekali para penulis yang memberikan pengertian terhadap sebutan guru.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, “guru” dilihat sebagai akronim dari “gu” dan “ru”. Gu diartikan dapat digugu (dianut) dan ru berati bisa ditiru (dijadikan teladan). Alih bahasa Belanda J.E.C Gericke dan T.Roorda  menerangkan  bahwa  guru berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali,  terhormat  dan  juga  berarti    pengajar (IR Poedjawijatna, 1975 ; 98).
Guru di dalam masyarakat kita dianggap sebagai manusia sumber. Ada pepatah  Jawa yang mengatakan bahwa “Guru kuwi  sumur kang lumaku tinimba” , artinya guru merupakan  orang yang tahu  segala hal dan minta apapun kepada guru akan dilayani.
Roestiyah  berpendapat bahwa  dalam pandangan  tradisional  guru dilihat sebagai seseorang yang berdiri di depan  kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Pendapat lain  mengatakan bahwa “Teacher is a person who causes a person to knowledge or skill” , atau guru adalah seseorang  yang menyebabkan orang lain mengetahui atau mampu melaksanakan sesuatu atau memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada orang lain (Hadi Supeno, 1997; 26).
Kedudukan seorang guru di dalam masyarakat kita sering diidentikkan sebagai seorang pendidik. Menurut Sugarda Poerbakawatja, guru diartikan sebagai seseorang yang memberi atau melaksanakan tugas pendidikan, tugas untuk mendidik.
Pandangan demikian mengisyaratkan bahwa pendidikan seakan sama dengan guru atau pendidikan akan berlangsung bisa tanpa faktor lain, tetapi tidak bisa tanpa faktor guru, atau minimal guru adalah inti dari setiap proses pendidikan.
Sementara itu di dalam pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa  Pendidik dan tenaga kependidikan (termasuk guru) berkewajiban : menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
Dalam rangka memenuhi kewajibannya untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis sebagaimana tercantum di dalam pasal 40 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tersebut di atas, maka seorang guru dituntut kreatifitasnya untuk mencari, menemukan, dan berinovasi dalam menerapkan metode apa yang dianggap cocok, yang dalam hal ini oleh penulis menerapkan metode proyek.
Walaupun metode proyek bukan merupakan metode utama dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Metode ini pada kondisi tertentu dapat digunakan untuk mengintegrasikan pengetahuan mengenai pelajaran dengan masalah-masalah dalam masyarakat, untuk menimbulkan minat terhadap suatu bidang studi, dan melatih siswa untuk bekerjasama dalam bidang tertentu dalam satu organisasi.
Berdasarkan langkah-langkah penerapan metode proyek yang telah dipaparkan pada bab II (kajian teori) diatas, sebagai contoh, penulis memaparkan suatu program pembelajaran yaitu tentang Ideologi Pancasila, menyangkut pengertian, makna dan dampaknya bagi kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah penerapan program pembelajaran tersebut dapat dijelaskan dibawah ini, yaitu :
1.  Penyelidikan dan observasi.
Awalnya guru memancing minat peserta didik dengan bertanya. Pertanyaan yang diajukan harus berkaitan dengan materi pembelajaraan yang akan disampaikan. Sebagai contoh, guru bertanya : “Apakah ada yang mengetahui apa itu ideologi?” Setelah itu, peserta didik diberi tugas untuk menelaah hal tersebut dengan cara mengkaji buku-buku diperpustakaan dan browsing internett.
2. Penyajian bahan baru.
Guru atau narasumber menjelaskan tentang pentingnya ideologi bagi suatu bangsa, cara penerapannya dan dampaknya secara garis besarnya saja.
3. Pengumpulan keterangan.
Peserta didik berusaha mencari keterangan dan mengumpulkan bahan yang berkaitan dengan ideologi Pancasila. Seperti mencari tentang pengertian ideologi, kegunaan ideologi Pancasila, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mengorganisasikan data.
Setelah peserta didik mendapatkan informasi dari berbagai sumber, baik dari fakta-fakta maupun dari media, peserta didik menggolongkan data-data tersebut untuk menarik sebuah kesimpulan dan membuat sebuah laporan kegiatan.
5. Mengungkapkan data.
Pada tahap terakhir ini, peserta didik berdiskusi yang dimoderatori oleh guru tentang makalah ideologi Pancasila yang telah disusun berdasarkan hasil observasi dan telaah kepustakaan tersebut.
Adapum pendekatan yang bisa dipakai untuk mendukung pembelajaran adalah :
1.      Pendekatan Praktik Kerja; pendekatan semacam ini sangat sesuai dengan pelajaran ketata negaraan. Praktik kerja dapat dilaksanakan dalam bentuk pengamatan dan penelitian singkat untuk memahami, menelaah dan mengenal makna ideologi, struktur konstitusi negara UUD 1945  seperti mengikuti ekstra pemahaman 4 pilar kehidupan bangsa serta mengikuti perlombaan  yang berkaitan dengan Pancasila dan UUD 1945,.
2.      Pendekatan Pengalaman Peserta Didik; Melalui pendekatan ini, peserta didik digiring untuk belajar mendalami materi PKn melalui kenyataan-kenyataan yang dialami oleh peserta didik itu sendiri. Misalkan peserta didik ditugaskan untuk menulis data dan fakta tentang tata cara pelaksanaan pemilu di Indonesia yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku., menuliskan pengalaman sehari-harinya dalam sebuah matrik kerja tentang pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat.
3. Pendekatan Tanya Jawab; Dalam pendekatan ini peserta didik belajar mencari, bertanya dan menemukan sendiri berbagai fakta sosial, politik, maupun hukum yang sedang diamatinya. Misalkan dengan mewawancarai seorang pejabat, pimpinan partai politik, dan sebagainya.
Jadi di dalam mengajarkan suatu konsep atau suatu pokok bahasan yang baru, selalu dihubungkan dengan kenyataan yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Dengan kata lain pokok bahasan selalu dihubungkan dengan  praktiknya di masyarakat. Kegiatan menghubungkan pokok bahasan dengan praktiknya di masyarakat inilah yang dipakai dasar dalam membimbing peserta didik belajar.
Kejadian-kejadian di masyarakat diambil sebagai bahan untuk berfikir mendalami pokok bahasan  yang baru dipelajari, sehingga peserta didik bisa berpikir, menganalisa, menilai dan menyimpulkan kenyataan-kenyataan yang terjadi di masyarakat dibenturkan dengan teori yang ada. Satu hal menarik yang menjadi sorotan peserta didik dalam kaitannta dengan makna dasar negara Pancasila, yang dalam pembahasan dikatakan bahwa sila-sila dalam Pancasila adalah norma dasar dan hierarkis  dimana sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) menjiwai sila kedua, ketiga, keempat dan kelima,, namun fakta dilapangan oleh pengamatan anak/peserta didik tidak demikian, yang oleh peserta didik disampaikan contoh tentang rekrutmrn kepala daerah ataupun penerimaan PNS yang tidak mensyaratkan secara utama tentang kualitas iman dan taqwa seseorang sebagai syarat utama, tetapi justru ijazah/pendidikan formal.
Dalam hal penilaian, guru  dapat melakukannya terhadap :
1. Keaktifan saat mencari bahan materi atau berbicara dengan narasumber.
2. Makalah yang dibuat.
3. Keaktifan dalam diskusi.
Dengan metode proyek yang telah penulis praktikkan sejak tahun 2008 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 di SMAN 5 Banjarmasin, didapat beberapa kelebihan dibandingkan metode yang telah dipakai sebelumya yaitu :
  1. Kelas menjadi lebih hidup dengan suasana yang demokratis.
  2. Peserta didik lebih bersemangat dalam menghadapi pelajaran, karena bahan pelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
  3. Peserta didik terlatih untuk mengemukakan pendapat atas sesuatu hal.
  4. Peserta didik lebih bisa bersosialisasi dan tidak takut berhadapan dengan masyarakat, bahkan dengan pejabat sekalipun.
  5. Sumber bahan pembelajaran lebih bervariasi, sehingga peserta didik merasa tidak bosan mengikuti pelajaran.
  6. Evaluasi terhadap peserta didik lebih menyeluruh meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Satu hal yang perlu diperhatikan, di dalam menerapkan metode ini, seorang guru dituntut untuk lebih siap dan lebih menguasai  materi pelajaran yang akan diajarkan, guru harus bersifat bersahabat, kooperatif, demokratis, namun harus tetap memelihara wibawa. Selain itu yang perlu dimiliki seorang guru yang menerapkan metode ini harus dapat memberi jalan kepada peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir ilmiah guna menemukan sistem nilai yang positif  sebagai seorang warga negara.




BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari paparan tersebut diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni:
1.      Pemahaman akan materi PKn oleh peserta didik masih kurang yang dapat dilihat dari namuaknya permasalahan sosial yang ada, seperti terjadinya pelecehan seksual, pembunuhan, kasus korupsi, tawuran antar peserta didik maupun mahasiswa  bahkan melebar pada konflik antar suku di masyarakat, dikarenakan faktor; a) luasnya materi dengan jumlah jam terbatas; b) perkembangan materi pelajaran PKn yang sangat cepat tidak diimbangi dengan tersedianya buku yang relevan; dan c) metode yang minim variasi digunakan oleh guru yang menimbulkan kejenuhan belajar peserta didik..
2.      Metode proyek cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran PKn sebagai alternatif dari penggunaan metode lain seperti Ceramah, diskusi dan lain-lain, dimana dengan penggunaan metode ini  banyak manfaat yang diperoleh, baik bagi guru maupun bagi peserta didik yakni; (a) bagi guru, pembelajaran tidak monoton dan bisa mengajak peserta didik untuk bersama-sama aktif menelaah materi PKn di berbagai sumber termasuk  dilingkungan sekitar; (b) bagi peserta didik mereka dapat mengeksplor kekreativitasnya dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru dan mendapatkan pengalaman nyata untuk menyandingkan antara teori dan fakta di sekitarnya; dan (c) bagi sekolah, dapat meningkatkan imej/kesan positif terkait dengana prestasi peserta didik dalam perlombaan cerdas cermat UUD NKRI 1945 yang diadakan oleh MPR RI dengan 3(tiga) tahun berturut-turut lolos mewakili Kota Banjarmasin dalam lomba penyisihan tingkat Provinsi Kalimantan Selatan.



B. Saran
Sebagai sebuah alternatif dalam melaksanakan pembelajaran PKn, tidaklah salah jika sebagai guru aktif meluaskan wawasan dan mengkaji beberpa metode mengajar untuk dipraktekkan dalam pembelajaran dikelas,  guna mencapai pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.



























DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi .2003. Psikologi Sosial. Jakarta . PT Raja Grafindo Persada:
Abu Ahmadi dan Joko Tri Pasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung

Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Kurikulum Sekolah Menengah Umum, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum
.
Hadi Supeno, 1997, Potret Guru, Jakarta, Sinar Harapan.
Herminarto Sofyan. 2006. Implementasi pembelajaran Berbasis Proyek Pada Bidang Kejuruan. Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta: LPM UNY

IR Poedjawijatna, 1975, Filsafat Sana Sini, Yogyakarta, Kanisius.
Moh. Uzer Usman, 1994,  Menjadi Guru Profesional, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, Cet ke-V.

Paulo Freire, 1985, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta, LP3ES.
Paulo Freire, 1985, Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan. Gramedia Jakarta
Poerwadarminta, W.J.S. (1958). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka

Roestiyah, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta
Saiful Bahri Djamarah, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta, PT. Rineka Cipta, Cet.I.


UUD NKRI 1945

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor  14 Tahun 2005 tentang  Guru  dan Dosen.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Permendiknas No. 23 Tahun 2006



Data Pribadi Penulis

Nama peserta                       : Drs. Mukhlis Takwin, S.H
Tempat dan tanggal lahir     : Tg. Pelayar, 18 Desember 1969
Jenis Kelamin                         : Laki-laki
Pendidikan Terakhir            : Sarjana Strata satu (S1) FKIP Unlam &
                                              STIH Sultan Adam Banjarmasin
Jurusan                                   :  IPS Prog. Studi PMP – KN
Unit Kerja                                :  SMA Negeri 5 Banjarmasin
Alamat Lengkap Kantor  : Jl. Sultan Adam RT.22 No. 80 Banjarmasin   70122
Jabatan Sekarang                  : Guru
Mengajar Mata Pelajaran        : PKn
Prestasi sebagai guru SMA : Juara II Guru Berrprestasi SMA  tingkat Kota   Banjarmasin Tahun 2011
                                                Juara I Guru PKn  SMA Berprestasi  Tingkat Kota Banjarmasin Tahun 2013.
                                                      Juara I Guru PKn  SMA Berprestasi  Tingkat   Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013



 

Kamis, 24 Mei 2012

TENTANG HASIL UN 2012


Pengumuman Hasil UN SMA/SMK/MA/sederajat akan segera diumumkan, semua berharap cemas untuk menunggu hasil un 2012 ini. Kepala sekolah diminta untuk mempersiapkan seluruh keperluan dalam rangka pengumuman Ujian nasional yang akan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Master pengumuman hasil un 2012 tersebut kemudian akan langsung dikirimkan melalui surat elektronik (e-mail) milik kepala sekolah di seluruh kabupaten dan kota. Kepala Dinas Pendidikan Nasional, mengimbau SMA/MA/SMK agar mengawasi siswanya untuk tidak berkonvoi merayakan kelulusan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan menggelar konfrensi pers di Jakarta terkait Hasil UN SMA 2012. Sedangkan untuk data kelulusan baru diterima sekitar Kamis malam dan selanjutnya akan diproses terlebih dahulu dan langsung dibagikan ke tiap-tiap sekolah pada hari Jumat, (25/5/2012) dan Sabtu (26/5/2012) bisa langsung diumumkan.

Jumat, 29 April 2011

PROBLEM DAN TANTANGAN PEMBELAJARAN PKn DI SEKOLAH

(Disampaikan dalam Seminar Nasional PKn tgl 4 Mei 2011 di FKIP Unlam Banjarmasin)
Oleh Drs. Mukhlis Takwin, SH* *

A. PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di Indonesia di semua jenjang pendidikan dari SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Hal ini ditegaskan dalam pasal 37 ayat (1) & (2), UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, faktanya tidak semua sekolah mampu untuk memberikan kesan tentang makna pendidikan termasuk pendidikan kewarganegaraan.
Adapun sekolah belum menjadi sarana pendidikan yang menyenangkan dan memberikan pengetahuan yang bermakna bagi peserta didik. Saat ini sekolah lebih banyak membebani siswa dengan pengetahuan yang banyak, tapi tidak bermakna. Tidak heran kalau pengetahuan yang diberikan itu tidak bisa dijadikan topangan keterampilan yang berkembang secara dinamis. Akibatnya, jangankan untuk bersaing, peserta didik kita bahkan tidak mampu untuk membantu dirinya agar mandiri.
Pernyataan ini terkait dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar, termasuk PKn, dimana siswa mungkin mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi yang diterima, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami/mengerti secara mendalam pengetahuan tersebut sehingga sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, program pembelajaran bukanlah sekedar rentetan topic/pokok bahasan semata tetapi harus dipahami dan mampu dipergunakan dalam kehidupan nyata.
Menurut pandangan Suryadi dan Somardi (2000) sistem kehidupan bernegara (sebagai bidang kajian PKn) merupakan struktur dasar bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Konsep negara tersebut didekati dari sudut pandang sistem, di mana komponen-komponen dasar sistem tata kehidupan bernegara terdiri atas sistem personal, sistem kelembagaan, sistem normatif, sistem kewilayahan, dan sistem ideologis sebagai faktor integratif bagi seluruh komponen.
Moh.Mujib Zunun (2010) mengatakan seorang siswa sebelum menerima pembelajaran telah mempunyai konsep awal tentang berbagai fenomena di sekitarnya dan jika konsep baru yang diterima disekolah tersebut ada kaitan dengan konsep awal siswa, maka pembelajaran tersebut akan mudah untuk diterima, sebaliknya jika bertentangan antara konsep awal dan konsep baru, maka siswa akan kesulitan untuk menerimanya bahkan cenderung untulk menolak seperti pura-pura tidak mendengar, cuek atau keluar kelas.
Persoalanya sekarang adalah bagaimana menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep PKn agar siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Apakah guru PKn telah dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswa yang selalu bertanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana membuka wawasan berfikir dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan kita bagi guru, khususnya guru PKn , yang pada ulasan berikut akan penulis coba paparkan dalam Problematika dan Tantangan Guru PKn di Sekolah.

B. GURU PKn (PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)
Guru Pkn adalah dua kata yang jika diterjemahkan secara bebas adalah guru dan PKn. Guru, dalam pengertian sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidan formal, tetapi bisa juga di masjid, di suarau/mushalla, di rumah dan sebagainya.(Syaful Bahri Djamarah;2005:32). Sedang kata PKn adalah merujuk pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah (kurikulum 2006/KTSP), dengan materi pokok menyangkut hubungan antara warganegara dan Negara serta pendidikan pendahuluan bela Negara. Oleh UU No.20 Tahun 2003 pada penjelasan pasal 37 ayat (1) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Dari paparan tersebut secara garis besar dapat dikatakan bahwa guru Pkn adalah orang yang dengan fungsinya melaksanakan dan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik mengenai hubungan antara warga Negara dan Negara serta pendidikan pendahuluan bela negera agar anak didik tersebut nantinya menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figure guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Saya masih ingat, beberapa tahun yang lalu,jarang sekali ada di antara anak didik saya yang mengangkat tangan ketika saya tanyakan siapakah diantara kalian yang mau jadi guru? Tak ada satupun anak yang mempunyai minat menjadi guru. Alasannya, mereka bilang “gaji guru kecil sich pak! Enakkan jadi tentara, pegawai, atau profesi lainnya”.
Lain dulu lain sekarang. Profesi guru termasuk guru PKn sekarang ini mulai banyak diminati. Pamornya naik bak artis selebritis yang mulai ngetop. Banyak media membicarakannya. Banyak media memuji perannya. Tetapi juga tak sedikit media yang mencacinya karena kekurang profesionalan guru itu sendiri dalam melaksanakan pekerjaannya..
C. PROBLEM GURU PKn
Ada beberapa problem atau masalah yang dihadapi oleh Guru PKn, antara lain:
1. Pengelolaan Kelas
Problem pokok yang dialami dan dihadapi oleh guru PKn, baik pemula maupun yang sudah profesional (telah disertifikasi) adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang kompleks, dimana guru PKn dituntut untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat belajar. Dengan kata lain, pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif.
Pengelolaan kelas adalah keterampilan seorang guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi eduaktif, misalnya penghentian tingkahlaku anak didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran atas ketepatan waktu penyelesaian tugas/PR, atau penetapan norma kelompok yang produktif.
Suatu kondisi belajar PKn yang optimal dapat tercapai jika guru PKn mampu mengatur anak didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif.
2. Perbandingan Materi dengan Alokasi Waktu Pembelajaran
Problem pokok ke dua adalah keluasan materi PKn yang tidak seimbang dengan alokasi waktu yang tersedia pada jam pelajaran efektif di sekolah-sekolah, yakni sekitar 2 JP minggu( Catatan 1 JP = 35 menit: SD/MI. 40 menit:SMP/MTs, 45 menit :SMA/MA). Sudah bukan rahasia lagi bahwa materi PKn sangatlah luas dan mencakup hubungan warga Negara dengan Negara dan pendidikan pendahuluan bela Negara yang dari masa ke masa ruang lingkup materinya mengalami perubahan sejalan dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia; sedangkan isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk "nations and character building" bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan bahan PKN (Civic Education) sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan UUD 1945, tetapi meliputi pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi.
Selanjutnya, dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 dan KTSP 2006 diuraikan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
1. Persatuan bangsa.
2. Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum).
3. Hak asasi manusia.
4. Kebutuhan hidup warga negara.
5. Kekuasaan dan politik.
6. Masyarakat demokratis.
7. Pancasila dan konstitusi negara.
8. Globalisasi.
Dilihat dari struktur keilmuannya, Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru mencakup tiga dimensi keilmuan, yaitu dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter atau watak kewarganegaraan (civic dispositions). Keadaan ini berimbas pada keharusan guru PKn memiliki wawasan luas dan mampu mengikuti perkembangan pengetahuan regional dan global yang bisa diperoleh melalui beragam bahan bacaan dan penguasaan teknologi informasi seperti internet, yang bagi banyak guru PKn menjadi sesuatu yang elit dan terabaikan, tergerus dengan kebutuhan pokok keluarga sehari-hari.
3. Keberadaan PKn dalam Penentuan Kelulusan
Problem ketiga adalah keberadaan mata pelajaran PKn dalam penentuan kelulusan siswa dalam satuan pendidikan dasar dan menengah, dimana dengan tidak termasuk pada mata pelajaran yang di UN (ujian nasional) kan, ada kecenderungan mengabaikan, baik oleh siswa maupun pihak sekolah akan pentingnya materi PKn.
Hal ini sangat kentara terasa pada siswa kelas IX dan XII, dimana menjelang UN, mata pelajaran PKn ditiadakan atau ditinggal pada kegiatan pemadatan materi pelajaran di sekolah-sekolah. Padahal, pada ujian sekolah untuk mata pelajaran PKn masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah standar/KKM. Ironisnya, pihak sekolah dengan alasan klise meminta (memerintahkan) pada guru agar mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak di UN kan, termasuk PKn, agar mendokrak nilai ujian sekolah tersebut demi gengsi sekolah dan untuk memenuhi tuntutan pengguna lulusan yang mensyaratkan nilai PKn minimal 7 untuk dapat diterima di lembaganya.
Akibatnya, posisi PKn dengan materi yang begitu penting dan wajib seakan bias dengan keadaan nyata oleh kebijakan sekolah yang terkesan bahwa PKn hanyalah pelengkap penderita.
4. Kreativitas Pembelajaran yang Minim
Problem keempat dari guru adalah kurang kreatifnya guru/orang PKn dalam membuat alat peraga, media dan penggunaan metode pembelajaran. Selama ini masih banyak guru PKn yang menggunakan metode ceramah saja dalam pembelajarannya, tak ada media lain yang digunakan. Mereka tak pernah berpikir untuk membuat sendiri media pembelajarannya. Akibatnya, pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan.
Kalau saja para guru/orang PKn kreatif, pasti akan banyak ditemukan berbagai alat peraga dan media yang dapat digunakan guru PKn untuk menyampaikan materi pembelajarannya. Guru PKn yang kreatif tak akan pernah menyerah dengan keadaan. Kondisi minimnya dana, misalnya, justru akan membuat guru dapat kreatif memanfaatkan sumber belajar lainnya yang tidak hanya berada di dalam kelas. Seperti : Pasar, Museum, Lapangan Olahraga, Ruang sidang DPR, Pengadilan , dan lain sebagainya
D. MODEL PEMBELAJARAN PKn
Untuk menghadapi problem tersebut di atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien mau tidak mau harus ditampilkan sebagai alternative. Memang untuk suatu model pembelajaran belum tentu cocok dengan semua pokok bahasan. Namun sebagai alternative beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran PKn perlu diketengahkan.
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM.
Pertama, apa yang disebut Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model Self-Study ini perlu didukung dengan peralatan teknologi, seperti komputer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan tanggung jawab pada diri sendiri.
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat, apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive. Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa, khususnya. Kegiatan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan senantiasa dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar memadukan berbagai model tersebut di atas.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b) memotivasi siswa, c) mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.
Agar dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru PKn hanya memerlukan tiga kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan, c) socratic atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru PKn, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan profesional kemampuan guru PKn, yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain, yang cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru PKn sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru PKn untuk berinovasi dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

E. SETRATEGI PEMILIHAN METODE
Untuk dapat mencapai pembelajaran PKn yang diharapkan, setrategi pemilihan metode pembelajaran tidak dapat dinafikan. Adapun setrategi tersebut adalah; satu memahami rumusan tujuan instruksional atau standar kompetensi dan komptensi dasar yang ingin dicapai setelah pembelajaran materi PKn,; kedua, merumuskan indikator atau tujuan pembelajaran PKn,; ketiga, merumuskan tahapan pembelajaran PKn, ; keempat, Mengembangkan alat evaluasi yang tidak hanya menekankan kepada hasil belajar akan tetapi mengembangkan alat evaluasi terhadap proses pembelajaran, dan; Kelima, adalah pengembangan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran antara lain dapat dikembangkan dalam model kasus hukum, atau pelaksanaan demokrasi, lembaga pemilu. Pembelajaran hendaknya dilakukan secara kelompok dengan menekankan kepada diskusi terutama untuk mempelajari bahan pelajaran yang berbentuk masalah politik hukum dan kenegaraan dalam PKn.
Pembelajaran materi Kewarganegaraan merupakan proses dan upaya dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia, khususnya dalam menaati hukum, dan politik bernegara.
Metode simulasi dapat dilakukan misalnya pada saat dihadapkan pada pembelajaran yang memuat pengembangan aspek sikap dan keterampilan seperti bagaimana membuat surat gugatan perkara Hukum.
Praktek Belajar Kewarganegaraan (PBK) adalah suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori kewarga-negaraan melalui pengalaman belajar praktek-empirik. Dengan adanya praktek, siswa diberikan latihan untuk belajar secara kontekstual.
Penilaian terhadap pembelajaran materi PKn dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil belajar. Penilaian dapat menggunakan model penilaian berdasarkan perbuatan (performance-based assessment) atau juga dikenal dengan penilaian otentik (authentic assessment).
F. PENUTUP
Dari keseluruhan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, mata pelajaran PKn adalah salah satu mata pelajaran penting di Indonesia dan dilindungi UU, sebagaimana termuat dalam pasal 37 ayat (1) UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Guru PKn adalah orang yang dengan fungsinya melaksanakan dan memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik mengenai hubungan antara warga Negara dan Negara serta pendidikan pendahuluan bela negera agar anak didik tersebut nantinya menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Dalam memberikan pembelajaran PKn di sekolah-sekolah, tidaklah mudah, tetapi memerlukan usaha dan keterampilan khusus, memperluas wawasan, menguasai berbagai model pembelajaran serta cakap dalam setrategi pemilihan metode yang tepat atas suatu pokok bahasan yang diajarkan.
Beberapa problem mendasar yang dihadapi oleh guru PKn adalah, pengelolaan kelas, ketidak seimbangan antara keluasan materi dan waktu pembelajaran dikelas, keberadaan PKn dalam penentuan kelulusan, minimnya alat peraga, media dan variasi penggunaan metode pembelajaran PKn oleh guru PKn.
Seiring dengan kemajuan zaman dan pandangan yang positif terhadap guru termasuk guru PKn, tidak ada pilihan kecuali memacu diri untuk mendekati kearah guru professional, disenangi dan dirindukan anak didik di kelas guna membawa mereka kearah kemajuan bangsa, cinta tanah air dan mandiri membangun bangsa berdasar pada Pancasila dan UUD 1945.

Daftar Pustaka

1. Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/PKN. Bandung: IKIP Bandung
2. Anonim. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Ditjen PLP, Dikdasmen.
3. Anonim. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta:Depdiknas
4. Anonim. (2005). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran PKn Berbasis Kompetensi (SMP). Jakarta: Ditjen PLP, Dikdasmen, Depdiknas
5. Anonim. (2005). Perencanaan Pembelajaran PKN (Bahan PTBK Guru SMP). Jakarta: Ditjen PLP, Dikdasmen, Depdiknas.
6. Hamid Darmadi, (2010). Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta
7. Saiful Bahri Djamarah (2005); Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif, Suatu Pendekatan Psikologis, Jakarta: Renika Cipata.
8. Suryadi, Ace, dan Somardi. (2000). Pemikiran Ke arah Rekayasa Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah disajikan dalam seminar The Needs for New Indonesian Civic Education. Bandung: CICED.
9. Suwarma Al Muchtar, dkk (2007) Strategi Pembelajaran PKn. © Jakarta: Universitas Terbuka, 2007
10. Wijaya Kusumah, (2009). Guru & Problematika yang Dihadapinya
11. www.Pikiran Rakyat.com

Peraturan-peraturan

• UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
• Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
• Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah